Pengalaman Mengikuti UWRF 2016 dan Serunya Kenalan Sama Penulis-Penulis Muda yang Inspiratif

Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2016 yang diselenggarakan selama 26-30 Oktober 2016 kemarin akhirnya resmi ditutup. Nggak kurang dari 200 program acara, 170 pembicara, 40 lokasi, serta 100 partner dan pendukung ikut meramaikan festival sastra dan budaya terbesar se-Asia Tenggara ini.

UWRF 2016 dihadiri oleh ratusan peserta yang nggak hanya datang dari Bali, tetapi juga seluruh Indonesia, bahkan negara lain. Acara ini  sukses menggembirakan hati siapa saja yang terlibat, termasuk Youthmanual tentunya.

Setelah tahun lalu acara sastra tahunan ini hampir dibatalkan gara-gara mau mengusung diskusi tentang peristiwa 1965 (yang akhirnya dibatalkan oleh panitia), tahun ini UWRF membahas isu-isu kemajemukan yang nggak kalah seru. Mengambil tema "Tat Tvam Asi - I am you, you are me", UWRF 2016 mencoba memaknai Bhinneka Tunggal Ika, kesatuan dalam keberagaman.

Apa, sih, yang paling menarik buat Youthmanual selama berada di sana?

Selain berbagai pembahasan seru seputar sastra-budaya dengan pembicara yang kompeten di bidangnya dan beragam workshops menarik, salah satu hal yang paling berkesan adalah obrolan Youthmanual dengan para emerging writers, alias para penulis baru yang terpilih untuk tampil di UWRF 2016.

Penasaran sama pengalaman mereka, Youthmanual ngobrol bareng Dimas Indiana Senja dan Joko Sucipto—yang sama-sama baru berusia 25 tahun—tentang terpilihnya karya mereka di festival bergengsi ini.

Karya Senja, Joko, dan ke-14 penulis lainnya dibukukan dalam Antologi Tat Tvam Asi, buku Antologi tahunan emerging writers UWRF 2016. 

***

Dimas Indiana Senja, sarjana S1 STAIN Purwokerto dan S2 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini adalah dosen dan pengusaha di bidang penerbitan buku. Cowok ramah yang suka menulis dan melukis ini bilang, mimpinya tercapai ketika akhirnya terpilih menjadi salah satu emerging writers UWRF 2016.

"Tahun 2015, saya memberanikan diri mengirim buku puisi dan esai saya ke pihak UWRF. Beberapa bulan kemudian, saya dihubungi oleh panitia bahwa esai saya terpilih dan lolos untuk masuk dalam buku antologi emerging writers. Bahagianya bukan main," kata Senja, memulai cerita kami sore itu.

Iklim menulis di Yogya—tempat di mana Senja kuliah S2—diakui sangat kental dan bikin Senja makin semangat menulis. Apalagi dulu Senja kuliah dengan biaya sendiri. Sehari-harinya, Senja harus menulis lalu menjual karyanya, supaya bisa dapat honor untuk membiayai kuliah dan biaya hidup di Yogya.

"Saya percaya sama kutipan Tan Malaka, “Bentur, bentur, Bentuk”. Kalau kita terbentur banyak masalah, lama-lama kita akan terbentuk menjadi pribadi yang kreatif dan kuat". 

Satu hal yang selalu dipegang Senja sebagai motto hidup adalah, “Istiqomah dulu, karomah kemudian". Maksudnya, kita harus konsisten dulu dalam bekerja, baru nanti merasakan hasilnya. Banyak anak muda sekarang maunya instan. Padahal, proses belajar jauh lebih penting.

Pesan Senja, jangan malas membaca membaca membaca. Meskipun kamu mahasiswa jurusan Ekonomi, misalnya, jangan menutup diri untuk membaca materi lain. Ilmu yang kita dapatkan nggak selalu hanya dari jurusan kuliah, tetapi dari segala hal yang kita baca. 

Stttt, cowok yang jago banget nulis puisi ini mengaku banyak terinspirasi oleh Pablo Neruda dan Sapardi Djoko Damono.

***

Lain lagi cerita Joko Sucipto. Awalnya, sarjana S1 STKIP PGRI Bangkalan jurusan Sastra Indonesia ini sama sekali nggak tahu apa-apa tetang menulis. Namun karena Joko tergabung dalam komunitas Masyarakat Lumpur di Bangkalan, Joko jadi terjun ke dunia menulis.

"Jujur aja, saya baru aktif menulis sekitar satu tahun. Waktu itu pimpinan komunitas Masyarakat Lumpur menyuruh kami menulis puisi. Akhirnya puisi saya yang terpilih, dan saya berangkat ke UWRF 2016," kata Joko dengan logat Maduranya yang kental.

Sebetulnya, Joko lebih banyak mengaransemen musik untuk pementasan teater dan musikalisasi puisi.

Cowok yang sedang menempuh pendidikan S2 di Universitas Muhammadiyah Surabaya ini bilang, komunitaslah yang "menyelamatkan" dan membantunya menemukan jati diri.

Joko mengaku banyak mendapat pengetahuan tentang, literatur, buku dan pengetahuan tentang sastra lewat komunitas. "Saya suka banget nongkrong dan kumpul-kumpul. Tapi daripada ngumpul nggak jelas, lebih baik saya cari komunitas yang memang bisa memaksa saya menghasilkan karya".

Satu pesan Joko untuk anak muda lainnya—mulailah memilih komunitas yang tepat. Komunitas bisa membantu kita menemukan siapa diri kita, dan apa yang bisa kita lakukan. Melalui karya, kita bisa menyampaikan berbagai hal. Bukan hanya hal-hal inspiratif, tetapi juga hal-hal yang bersifat kritik.

(sumber gambar: Anggara Mahendra, Iyank)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 16 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 26 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1