Catatan Berdarah Suporter Sepak bola Indonesia

Kau bersemangat pergi ke sana, membela klub tercinta.              

Sesekali kau ikut bersorak mendengar caci-maki. Ah, tak mengapa, toh masih aman-aman saja. Demi klub yang dibela.

Beberapa di antara kalian mulai beringas, semena-mena mengintimidasi lawan, melanggar aturan. Ah, tak akan terjadi apa-apa, hanya menunjukkan kekuatan sedikit saja. Demi klub yang dicinta.

Ada yang dihajar! Oh, dia suporter klub lawan. Ah, biarlah sedikit saja. Biar mendapat pelajaran. Salah sendiri, kenapa masuk kandang macan? Semua dilakukan demi klub kebanggaan.

Yang beringas pun jadi buas, di luar batas. Kekejian dijadikan tontonan. Tak ada kemanusiaan. Yang semula hanya ikut-ikutan, kini semua punya peran, ambil bagian dalam pembunuhan.

Ia hanya ingin menonton sepak bola, namun berakhir tak bernyawa.

Ia hanya ingin menonton sepak bola, namun tangannya berlumuran darah, masa depannya berakhir detik itu juga.

Semua tidak baik–baik saja!   

***

Miris. Lagi-lagi kekerasan hingga mengakibatkan nyawa melayang terjadi atas nama olahraga sepak bola. Haringga Stila, 23 tahun, meregang nyawa setelah dikeroyok di area parkir Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Menyedihkannya lagi, di antara pelaku ada remaja di bawah umur. Tragedi yang menimpa Haringga bukan lah kasus yang pertama.

Tahun lalu, Ricko Andrean tewas setelah dikeroyok (oknum) Bobotoh (suporter Persib) di GLBA karena dikira anggota Jakmania (suporter Persija). Sederetan nama lain pun menjadi korban tewas pertandingan sepak bola antarklub, yang kebanyakan karena pengeroyokan, tawuran antarsuporter, jatuh dari kendaraan, hingga serangan benda tajam dan tumpul.

Olahraga yang seharusnya membawa semangat sportivitas dan mempersatukan, justru malah menghilangkan kemanusiaan. Tak sedikit yang kemudian berkomentar bahwa nyawa tidak sepadan dengan tontonan olahraga. Bahkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sempat menyebutkan di Instagramnya, “Bagi saya lebih baik tidak ada liga sepak bola jika harus mengorbankan nyawa manusia.” Beberapa pihak bahkan memberi saran membubarkan komunitas suporter serta memberi sanksi pada klub.

Ada tiga hal yang kelihatannya sederhana tapi berulang kali menjadi pemicu kejadian semacam ini.

1. Bergerombol

Banyak sekali hal berbahaya yang terjadi karena kebiasaan bergerombol seperti ini. Gerombolan yang nggak jelas bagaimana kordinasinya, apa kegiatannya, dan siapa yang mengaturnya, dengan mudah bisa terprovokasi. Apalagi kalau sudah bertemu dengan gerombolan lain.

Akan sangat sulit mengontrol perilaku setiap orang dalam gerombolan. Mungkin yang melakukan tindakan anarkis awalnya hanya 1 atau 2 orang, namun berpotensi menyulut yang lain. Ada juga yang kemudian sekadar “meramaikan” ikutan memukul atau menendang. Dipikirnya, “Cuma gitu aja”, eh ujung ujungnya malah fatal dan jadi tersangka kriminal.

Lebih apes lagi yang tidak berbuat apa apa, namun terjebak dalam gerombolan yang berbuat anarkis. Mau membantu korban tapi takut, dan akhirnya malah jadi penonton perlakukan sadis bahkan pembunuhan. Artinya, secara nggak langsung, mereka juga ikut berpartisipasi. Ih, ngeri!

Selain itu, biasanya suporter yang  datang rama-ramai dengan bus atau truk, seringkali berjejal tanpa aturan sehingga membahayakan keselamatannya dan pengendara lain. Nggak jarang akhirnya, mereka mengalami kecelakaan lalu lintas.  

2. Memaklumi kekerasan kecil

Ledekan dan yel-yel provokatif yang mengandung kata-kata sadis seringkali dianggap biasa. Begitupula, saat rombongan mengintimidasi orang lain dengan teriakan-teriakan.

Mentolelir kekerasan yang dianggap kecil seperti ini, bisa berakibat fatal. Hal ini membuat sekelompok orang merasa jagoan. Kekerasan yang dilakukan pun bisa mengalami eskalasi. Dari sekadar ledekan, menjadi ancaman, tindakan, hingga aksi kriminal.

Coba kalau dari awal sudah ada yang bersikap tegas dengan hal semacam ini, bahkan mencegah. Tentu situasinya bakal lebih kondusif. Atau setidaknya orang tersebut nggak akan menjadi bagian dari mereka.

3. Enteng melanggar aturan

Ada serangkaian aturan yang mesti dipatuhi suporter saat menonton pertandingan. Sayang, aturan ini seringkali dilanggar. Padahal, itu demi keamanan dan kenyamanan bersama. Misalnya saja, menerobos tanpa tiket, membawa benda tajam, dan lainnya.

Mungkin nggak ada niatan berbuat nekad, tapi melanggar aturan memiliki konsekuensi. Misalnya, bangku penonton yang terlalu padat mengakibatkan kerumunan yang nggak teratur dan rawan rusuh. Atau karena memegang benda tajam jadi gampang terpancing menggunakannya saat emosi.

***

Youthmanual  mengutuk kekerasan, dan sangat menyayangkan kejadian semacam ini. Semoga ini menjadi peringatan terakhir untuk kita semua.

(sumber gambar: drodd.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 12 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1