Kekecewaan Para Alumni Terhadap Sistem Pendidikan di SMK. Kamu Setuju Nggak, Nih?

Sebagai alumni SMK, saya nggak menyesal-menyesal amat udah memilih SMK sebagai jalur pendidikan Sekolah Menengah Atas. Soalnya, saya memang jadi punya kemampuan yang bisa langsung digunakan, gaes. Rasa capek pulang sore gara-gara mata pelajaran produktif, ternyata memang terasa manfaatnya.

Apa yang saya rasakan ini juga dirasakan sama beberapa teman alumni SMK yang pernah diwawancarai oleh Youthmanual. Mereka bangga karena selain menguasai pelajaran umum, mereka punya kemampuan produktif untuk digunakan di dunia kerja. Nggak cuma soal kemampuan, mental mereka juga jadi lebih kuat ketika harus berhadapan dengan deadline dan rekan kerja yang galak. Soalnya, anak SMK memang belajar sikap mental dunia kerja sejak dini.

Di tengah rasa bangga sebagai alumni SMK, tentu kita juga punya kekecewaan terhadap sistem pendidikan di SMK. Simak beberapa pendapat ini, yuk. Siapa tahu kamu kamu yang lagi duduk di bangku SMK, merasakan hal ini juga. Lebih oke lagi kalau ternyata kamu bisa berjuang untuk memperbaikinya.

Banyak lulusan, banyak juga pengangguran

Menurut Kompas, sumber daya manusia paling besar dan siap pakai di Indonesia adalah para lulusan SMK. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan saat ini ada sekitar 12 ribu SMK di seluruh Indonesia dengan jumlah lulusan per tahun sekitar 1,3 juta orang.

Dari data itu, jumlah siswanya mencapai 4,4 juta orang. Jumlah siswa SMK tercatat lebih banyak dibandingkan jumlah siswa yang mencapai SMA, yaitu 4,3 juta orang.

Mirisnya, kalau dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia per Februari 2017 lalu malah didominasi oleh siswa SMK. Dari 131,55 juta orang yang masuk sebagai angkatan kerja, terdapat 124,54 juta orang yang bekerja, dan sisanya 7,01 juta orang dipastikan pengangguran. Hiks! Sedih, sob!

Menurut para alumni, tentunya hal ini disebabkan karena banyak hal, diantanya:

1. Masih terlalu banyak teori dibanding praktek

Bagi beberapa SMK, terutama di daerah, pembelajaran di SMK masih terlalu banyak teori daripapa praktek. Padahal, jurusan-jurusan di SMK merupakan langkah awal supaya siswa/i mengenal dengan baik bidang tersebut, tentu aja melalui praktek.

Hal ini juga dibenarkan, lho, sama Bapak Bambang Sartrio Lelono, Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas), pada seminar nasional "Revitalisasi SMK untuk Produktivitas dan Daya Saing Bangsa" di Jawa Timur, bulan Agustus lalu. Menurutnya, 80% kurikulum SMK masih berisi teori. Sehingga, kemampuan anak SMK memang lebih tinggi, tapi kebanyakan hanya sebatas teori aja.

2. Fasilitas yang masih di bawah standar

“Gimana mau bersaing di dunia kerja, kadang bersaing sesama SMK aja kita susah!” kata Adam Nelvin, alumni SMK jurusan Multimedia. Adam mengaku, SMK tempatnya sekolah dulu adalah SMK swasta yang cukup bagus di kota Bogor. Namun, secara fasilitas, ia masih merasa sangat kurang. Teman-temannya yang sekolah di SMK negeri juga mengeluhkan hal yang sama.

Hal ini bikin para siswa/i SMK jadi nggak maksimal dalam menyalurkan dan mengembangkan potensi mereka. Misalnya aja, kalau kamu jurusan Multimedia, tapi fasilitas komputer dan wifi di sekolah lemot, kamu nggak akan bisa bikin materi media yang menarik dan cepat. Akhirnya siswa/i SMK harus mencari jalan keluar lain untuk bisa belajar dengan baik. Mengandalkan sekolah aja tentu bikin kita sulit bersaing.

3. Guru yang kurang memahami jurusan dan dunia Industri

Nah, ini yang bahaya, gaes. Untuk mencetak lulusan SMK yang berkualitas, siap kerja ataupun siap kuliah, tenaga pengajar alias para guru haruslah mereka yang memehami jurusan di SMK. Nggak cuma paham soal jurusan yang diajarnya, mereka juga harus memahami dunia industri yang lagi berkembang saat ini.

Misalnya, guru SMK Tata Busana tentulah harus up to date soal materi fashion daerah dan dunia. Supaya, yang diajarkan ke siswa/i SMK jurusan Tata Busana bukan sekedar contekan kurikulum. Buku-buku dan cara mengajar juga harus mengikuti perkembangan zaman. Hal ini bisa bikin passion siswa/i SMK semakin “panas” di bidang tersebut.

Bahkan Presiden kita, Bapak Joko Widodo juga mengkritik hal ini, lho. Dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2017 minggu lalu, Pak Jokowi bilang bahwa 80% guru SMK itu adalah guru mata pelajaran normatif, alias Bahasa Indonesia, PPKN, Agama dan pelajaran umum lainnya. Tentu peran mereka penting banget di SMK ya, gaes. Namun harusnya, angka ini berimbang dengan guru mata pelajaran produktif sesuai jurusan yang ada.

Kalau tiga hal di atas bisa dibenahi, baru deh tag line “SMK BISA” benar-benar bisa diacungi jempol. Ya, nggak?!

 

(Sumber gambar: The Balance, data.org.pk)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 12 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1