Gonjang-Ganjing PPDB 2018: Sistem Zonasi, SKTM, dan Lainnya

Bagi yang menjalani, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 khususnya tingkat SMA jauh lebih menegangkan dibandingkan Piala Dunia, Pilkada, bahkan SBMPTN. Sebab, seleksinya berjalan selama beberapa hari dan di situ nasib peserta bakal dipertaruhkan, apakah bertahan atau tersingkir dari sekolah idaman. PPDB pun makin dihebohkan dengan segala kebijakan serta pro-kontra yang menyertainya. Youthmanual merangkum berbagai gonjang-ganjing seputar PPDB 2018 tingkat SMA berikut ini.

Gonjang-ganjing 1: Sistem zonasi

Zaman dulu, mudah saja bagi siswa yang rumahnya di Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok, dan Jakarta Utara untuk masuk ke SMA unggulan di Jakarta Pusat atau Selatan. Begitu pula kondisi di kota lain. Namun sekarang ada yang namanya sistem zonasi. Sistem zonasi membagi SMA di suatu daerah ke dalam berbagai zona wilayah. Nah, yang bisa mendaftar ke SMA tersebut hanya yang peserta yang tempat tinggalnya sesuai dengan zona wilayah sekolah.

Siswa dari luar zona atau luar kota masih bisa sih, tapi kuotanya memang sangat sedikit, yaitu 5 hingga 10 persen aja. Sistem zonasi ini sudah berlaku sejak tahun 2017 lalu.

DICARI: Rumah paling dekat dari sekolah!

Kontra: Banyak banget suara yang nggak setuju. Pertama, aturan ini dianggap membatasi peluang calon siswa untuk masuk SMA favorit. Hal ini juga dinilai mengendorkan semangat belajar. Ada juga yang menganggap bahwa persaingan nilai itu sangat penting. Masa’ yang nilainya tinggi kalah saing sama calon siswa lain dengan nilai standar hanya gegara jarak rumahnya tinggal koprol dari sekolah?

Pro: Yang pro ini umumnya sepakat sama alasan pemerintah, yaitu ingin pemerataan pendidikan. Biar nggak ada lagi “kasta” sekolah favorit lah, sekuter (sekolah kurang terkenal) lah, dan lainnya. Ya kalau siswa yang nilainya tinggi cuma ngumpul di satu atau dua sekolah, nggak heran kan kalau sekolah tersebut yang terus–terusan jadi juara dari zaman old sampai zaman now. Bahkan tahun lalu Mendikbud menyatakan bahwa semua sekolah harus menjadi favorit sebagai tujuan dari sistem zonasi.

Alasan lain mendukung sistem zonasi adalah susah amat kalau jarak sekolah lebih jauh dari rute bus antarkota. Memble di jalan dong! Jarak sekolah yang relatif dekat (satu zona) dinilai lebih kondusif untuk kegiatan belajar mengajar, apalagi sekarang aktivitas di sekolah ada buaaanyak banget. Belum lagi kalau pulangnya les dulu.

Oya, manfaat sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan ini nggak langsung dirasakan secara instan, tetapi bisa dilihat 3-4 tahun ke depan.

Gonjang-ganjing 2: Soal kuota untuk siswa gakin (keluarga miskin) atau pemilik SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu).

Jadi, siswa dari keluarga miskin alias pemilik SKTM menjadi salah satu prioritas untuk masuk sekolah negeri. Pertimbangannya, siswa kurang mampu berhak mendapatkan fasilitas sekolah dari pemerintah (sekolah negeri) yang biayanya relatif ringan atau bahkan gratis, sementara siswa mampu cenderung lebih leluasa memilih sekolah. 

Sistem untuk gakin pada PPDB beda dengan Bidikmisi pada seleksi PTN. Kalau peraih Bidikmisi harus bersaing dengan peserta lain untuk bisa lolos SBMPTN/SNMPTN. Namun kalau siswa gakin/pemilik SKTM mendapatkan "jatah" untuk masuk SMA negeri, walaupun bisa jadi nilainya di bawah peserta yang lain.

Kontra: Sebenarnya bagus banget pemerintah memperhatikan siswa yang kurang mampu sehingga mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Tapi, tetap harus ada seleksi nilai yang fair. Masa’ gara-gara “kartu sakti” SKTM calon siswa yang nilainya hanya rata-rata 6 bisa masuk SMA X, sedangkan siswa yang rata-rata nilai 8 tersingkir? Ini kan, nggak adil?!

Bagaimana nanti siswa gakin/pemilik SKTM yang nilainya sangat kecil bersaing di SMA yang nilai penerimaannya rata-rata tinggi?  Kebijakan ini juga bisa membuat anak jadi malas belajar dan hanya mengandalkan status gakin, padahal nilainya rendah.

Pro: Memang benar, ada kemungkinan siswa gakin/SKTM yang nilainya rendah diterima, sedangkan calon siswa umum yang nilainya lebih tinggi tidak diterima. Namun, ini merupakan bentuk usaha pemerataan pendidikan, baik secara ekonomi maupun kemampuan akademis.

Lagipula, sudah ada kuota masing-masing kok. Misalnya, di SMA Z diterima 100 siswa dan 20 persennya adalah jatah kuota pelajar keluarga miskin. Artinya 20 kursi diperebutkan calon siswa status gakin, sementara 80 kursi diperebutkan oleh siswa umum. Karena masing-masing memiliki jatah, nggak ada tuh istikah ambil jatah atau menyingkirkan calon siswa lain.

Kontra: Tapi ada daerah yang kuota SKTM nggak dibatasi. Di Jawa Tengah misalnya, kuota untuk Gakin minimal 20 persen tapi nggak ada batas maksimalnya. Gimana, dong? Siswa kurang mampu dan berprestasi harus diapresiasi, tapi kalau sampai gagal masuk sekolah pilihan karena tergeser siswa SKTM dengan nilai jauuuh lebih rendah, akutu jadi kezel!

Pro: Balik lagi ke tujuan awalnya, yaitu pemerataan pendidikan, termasuk memberikan kesempatan pendidikan bagi siswa kurang mampu. Lagipula sebanyak apa sih, siswa gakin dalam satu sekolah?

Gonjang-ganjing 3: Siswa Gakin palsu dan SKTM jadi-jadian

Ada isu yang beredar bahwa ada orang-orang yang memanfaatkan jatah gakin dengan membuat SKTM palsu. Duh gimana, tuh ya?

sktm surat keterangan tidak mampu

Kontra: Akhirnya jatah untuk Gakin justru dijadikan celah dan kesempatan untuk bisa masuk SMA yang diincar, padahal nilainya nggak memadai. Masa' sih, mengaku gakin tapi laptopnya M*c? Ada juga siswa gakin, tapi diantar-jemput mobil? Wah, aturan kayak begini berpotensi menimbulkan kecurangan.

Pro: Yup, nggak bisa disangkal ada saja orang yang berbuat curang. Tapi pemerintah dan pihak sekolah juga memiliki solusi, di antaranya dengan melakukan sidak ke rumah peserta gakin/SKTM. Apabila ketahuan curang atau tidak sesuai, maka tidak jadi diterima serta mendapat sanksi.

Gonjang-ganjing 4: Domisili pada Kartu Keluarga

Berkaitan dengan penerapan sistem zonasi, maka alamat pada Kartu Keluarga sangat penting untuk PPDB. Salah satu syaratnya adalah alamat pada KK minimal sudah terdaftar sejak 6 bulan sebelum PPDB alias di bulan Januari. Jadi kalau baru bikin KK, nggak berlaku buat PPDB.

Kontra: Aturan seperti ini ribet. Trus, gimana dong kalau baru pindah rumah dan kebetulan pindahnya ke zona yang berbeda?

Pro: Aturan ini dibuat untuk mencegah seseorang sengaja memindahkan alamat agar bisa diterima di sekolah incaran. Bagaimana jika memang baru pindah kota/daerah? Kalau pindahnya baru saja, alias kurang dari 6 bulan, bisa mengikuti seleksi jalur luar zona. Ini merupakan jalur khusus untuk pendaftar dari luar kota atau luar zona, termasuk yang pindah domisili.

Gonjang-ganjing 5: Aturan main dan sistem yang berbeda di tiap provinsi.

Jadi, aturan main, jadwal pendaftaran, serta prosedur PPDB bisa berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lain. Sistemnya pun beda-beda, ada yang sudah full online ada yang belum. Di Jakarta, misalnya, ada 3 tahap seleksi PPDB SMA. Namun tidak demikian dengan daerah lain seperti di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Kontra: Aturan seperti ini bikin bingung. Apalagi kalau berdiskusi dengan teman dan ternyata PPDB di kota kami berbeda.

Pro: Pada dasarnya, ketentuan PPDB seperti sistem zonasi merupakan peraturan pemerintah pusat dan wajib dijalani seluruh sekolah. Namun pelaksanaannya diserahkan pada masing-masing provinsi. Hal ini sebenarnya menguntungkan karena karakter dan kebutuhan tiap provinsi kan berbeda, sehingga aturan main PPDB-nya bisa disesuaikan. Lagipula, prinsip dasar PPDB nggak beda jauh, kok. Makanya, cek bagaimana prosedur PPDB di kotamu. Jangan tanya-tanya sama peserta dari provinsi lain karena kemungkinan tidak sama dan justru bikin bingung.  

***

Nggak kompak banget sih, PPDB pakai ada pro dan kontra segala?

Justru menurut kami wajar jika muncul pro-kontra terhadap ketentuan yang terbilang baru berlaku. Hal ini pun menunjukkan tingginya kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Kalau nggak peduli, mungkin bakalan cuek dan adem ayem aja.

Pro dan kontra yang sewajarnya juga diperlukan untuk menjaga kualitas PPDB, bahkan meningkatkannya. Kalau semua “iya-iya” aja bisa-bisa nggak ada pengawasan dan tidak ada kritik membangun untuk meningkatkan penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru. Karena walaupun di posisi yang pro ataupun kontra, kita pasti sama-sama menginginkan sistem penerimaan siswa yang lebih baik lagi serta kebijakan yang memajukan pendidikan Indonesia. Setuju?

(sumber gambar: checseo.com, ianwad.co.uk, tribunnews.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 11 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 22 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 2 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1