Jangan Mau Ketipu! 8 Cara Mengidentifikasikan Hoax, Supaya Kamu Nggak Ikutan Menyebarkannya dan Bikin Malu Intelektualitasmu Sendiri

Apakah benar dunia akan hancur tahun 2030?  Benar nggak, sih, pernah ada UFO muncul di Bali selama sejam? Ya nggak lah, ya!

Tapi tetap aja, berita hoax seperti ini gencar menyebar dimana-mana, apalagi di media sosial.

Belakangan ini, “infeksi” berita palsu atau hoax (baca: houks, bukan ho-aks) di medsos dan chat groups semakin meradang. Setiap hari, ratusan ribu orang menyebarkan berita yang nggak jelas kebenarannya.

Akibat dari penyebaran berita palsu bisa serius banget, lho. Nggak sekedar pembodohan. Contohnya, bulan ini, di Amerika Serikat, seorang pria ditangkap setelah dia menembakkan senjata di sebuah kedai pizza di Washington DC. Gara-garanya? Pria tersebut termakan berita (palsu) yang melaporkan bahwa restoran tersebut adalah kedok usaha pelacuran yang dijalankan oleh Hillary Clinton. Padahal sama sekali nggak benar!

Beberapa kalangan masyarakat juga sebenarnya sudah gerah banget dengan penyebaran hoax yang sekarang ini semakin parah. Makanya, tercipta komunitas-komunitas sejenis Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). Selain itu, medsos besar seperti Facebook pun mulai mensosialisasikan fitur-fitur yang bisa menjegal berita palsu. Misalnya, di Facebook, proses pelaporan berita hoax jadi dipermudah, dan pengguna diberi peringatan kalau membuka artikel yang “kelihatannya” nggak jelas.   

Youthmanual nggak mau kamu ikut-ikutan terjebak menyebarkan berita hoax, dan bikin malu intelektualitasmu sendiri. Maka kami mau kasitau kamu cara-cara untuk mengecek sebuah berita, apakah palsu atau nggak.

1. Jangan mau terpancing teknik clickbait

Zaman sekarang, penulis di media online sering sekali menggunakan sebuah teknik bernama clickbait. Apa tuh? Clickbait adalah ketika sebuah artikel mencantumkan judul yang sangat bombastis yang menarik, supaya banyak orang mengklik atau men-share artikel tersebut. Padahal isi artikelnya nggak seheboh judulnya. Bahkan seringkali, isi artikelnya sama sekali nggak nyambung dengan judulnya. Nyebelin banget ‘kan?

Itulah teknik clickbait, dan jujur aja, banyak sekali orang “kemakan” oleh teknik ini.

2. JANGAN hanya baca headline / judul sebuah artikel. Baca juga isinya!

“Ya iyalah, yaaaa….!” Kalau kamu berpikir seperti itu, bagus deh. Tapi pada kenyataannya, ada BANYAK sekali orang yang hobi banget men-share sebuah artikel tanpa pernah meng-klik link artikelnya, apalagi membacanya. Salah satunya, ya, gara-gara teknik clickbait.

Youthmanual beberapa kali mengalami hal ini. Kami membuat sebuah artikel, lalu artikel tersebut di-share ratusan kali, namun yang mengklik (atau yang membaca artikelnya) cuma sedikiiiit. Bahkan jauh di bawah jumlah share-nya. Artinya, kamu-kamu hanya men-share artikel tersebut berdasarkan judulnya, bukan isinya. Hmmm, hmmm, hmmm (FYI, kami nggak melakukan clickbait, lho, ya).

Fenomena ini juga ditemukan oleh para ahli Teknik Informatika di Columbia University dan French National Institute. Mereka melacak artikel-artikel dari BBC, CNN, Fox News, The Huffington Post, dan The New York Times yang di-share di Twitter dalam waktu sebulan.

Mereka menemukan, 59% link yang di-share dalam medsos tersebut nggak pernah di-klik!

Kebiasaan “cuma baca judul” ini adalah kebiasaan yang membuat berita palsu tumbuh subur. Bayangkan kalau kamu nggak membaca sebuah artikel dengan kritis, tetapi hanya langsung menyebarkannya. Betapa gampangnya berita abal-abal tersebar luas.

Akibatnya, opinin orang seringkali terbentuk hanya berdasarkan judul sebuah artikel, BUKAN isinya.

Menyebarkan artikel nggak kredibel juga membuat kredibilitas kamu anjlok. Saya pernah mendapatkan sebaran link artikel dan Youtube, yang isinya sama sekali nggak nyambung dengan judulnya. Saya pun jadi nge-judge orang yang menyebarkan link tersebut kepada saya.

Kamu mau di-judge seperti itu juga?

3. Cari tahu apakah portal-portal lain melaporkan berita yang sama

Kalau kamu membaca sebuah berita yang bombastis, cek, deh, apakah berita ini juga diangkat oleh portal-portal berita lain, khususnya portal-portal berita yang sahih?

Kalau berita tersebut benar diangkat oleh portal-portal berita lain, apakah otomatis beritanya faktual? Belum tentu, sih, karena ada banyak portal berita nggak kredibel yang saling me-link (atau saling copy-paste) satu sama lain, sehingga seolah-olah berita yang mereka tulis memang nyata.

Jadi, paling bagus kalau kamu berpatokan kepada portal-portal yang track record-nya dapat dipercaya.

Oya, kalau men-search kata kunci sebuah berita, jangan cuma search dalam bahasa Indonesia, ya. Search juga dalam bahasa Inggris, agar kamu bisa cari tahu, apakah berita tersebut ada sumbernya di portal berita luar?

4. Perhatikan nama situsnya, dan buka homepage-nya

Kadang sebuah situs palsu bisa langsung ketahuan, hanya dengan melihat alamat URL-nya. Misalnya, www.tolongsebarkanberitainiwahaisaudaraku.com.

Ada juga situs abal-abal yang alamat URL-nya SEKILAS seperti alamat URL portal berita bereputasi. Tetapi kalau diperhatikan, sebenarnya nggak.

Misalnya, sumberberita.blogspot.co.id, atau faktual23.com.co. Itu contoh aja, ya.

Trus, perhatikan, deh. Kalau sebuah alamat URL sebuah “portal berita” punya akhiran .com.co (bukan .com), atau di-host oleh platform blogging gratisan (“wordpress”, “blogspot”, atau “tumblr”), maka biasanya situs tersebut bukan portal berita yang sahih. At least, bukan situs yang punya tim editorial profesional yang menulis berita faktual.

Ini termasuk situs lokal maupun internasional, ya.

5. Perhatikan narasumber dalam artikelnya

Saya pernah menerima berita ini di chat groups. Padahal dengan sekali klik Google search dan Wikipedia, langsung terpampang informasi bahwa Sunita Williams masih beragama Hindu, dan nggak pernah pindah agama menjadi Muslim. Foto yang terpampang aja bukan foto Sunita!

Artikel-artikel berita palsu biasanya punya judul atau headline yang bombastis, serta foto-foto yang menarik atau kontroversial.

Meskipun begitu, kalau kamu benar-benar membaca beritanya dengan kritis, “kepalsuan” beritanya bakal kelihatan, kok, apalagi bagi mata kritis.

Salah satu hal yang bisa kamu perhatikan adalah narasumber beritanya.  Google nama-nama yang disebutkan dalam artikel tersebut. Misalnya, ada berita yang menyebutkan, “Seorang warga Bogor bernama Adi Baskoro mengaku pernah blablabla.” Search, deh, nama Adi Baskoro ini. Kalau beritanya sahih, nama Adi Baskoro pasti muncul juga di portal-portal berita besar.

Dan kalau kamu menemukan artikel yang banyak menuliskan kalimat “menurut narasumber…”, kamu harus curiga—narasumbernya siapa? Kok namanya nggak disebut? Banyak, sih, artikel berita sahih yang juga juga mengutip narasumber anonim, namun nggak semuanya anonim. Maka, kalau sebuah artikel HANYA mengutip narasumber anonim (dan nggak mengutip siapa-siapa lagi), kamu harus curiga.

Kalau kamu menerima berita dalam bentuk foto atau gambar, mungkin susah untuk tahu, apakah gambar ini di-edit atau nggak. Tapi dalam setiap berita, pasti ada narasinya. Nah, kamu bisa search narasi tersebut, termasuk nama-nama yang ada di dalamnya.

6. Jangan cepat percaya dengan screencap / screenshot medsos

Pada masa kampanye presiden Amerika kemarin, sebuah tweet melaporkan bahwa ada seruan-seruan anti-Islam di acara kampanye Donald Trump. Setelah diselidiki, hal tersebut nggak benar, dan orang ini adalah jurnalis palsu yang gemar membuat fitnah, juga rutin menulis untuk situs abal-abal.

Penulis berita palsu sering menggunakan screenshot post medsos palsu. Gampang banget, lho, membuat Tweet Facebook post, atau Instagram post palsu yang seolah-oleh dibuat oleh seleberiti, presiden, bahkan ulama. Serius!

Jadi kalau kamu menemukan screenshot post medsos yang berisi pernyataan bombastis dari seorang tokoh terkemuka, pastikan sendiri apakah post tersebut benar-benar ada. Buka medsos tokoh yang bersangkutan, dan cek sendiri.

7. Cari tahu, siapa penulis artikelnya

Kalau kamu super kepo (dan nggak ada kerjaan, hihihi), kamu bisa cari tahu siapa penulis artikel yang kamu temukan, untuk cari tahu apakah “penulis” ini benar-benar penulis dan punya reputasi yang baik.

Caranya? Search aja nama penulis yang tercantum dalam artikelnya. Kalau dia penulis terpercaya, harusnya dia menulis banyak artikel kredibel lainnya yang bisa ditemukan di Google. Profilnya pun seharusnya terpampang jelas di berbagai medsos, seperti Linkedin.

Kalau profil si penulis aneh nggak jelas atau bahkan nggak ada, mungkin aja penulisnya memang abal-abal, atau bahkan menggunakan nama palsu.

Septiaji Eko Nugroho, perwakilan dari Mafindo pernah bilang kepada CNN Indonesia, bahwa dua situs “abal-abal” Posmetro dan Nusanews dikelola oleh… anak kuliahan di Sumatra! Penulisan artikelnya sudah pasti nggak profesional.

8. Dukung portal berita yang asli dan sahih

Cara terbaik untuk menghindari gempuran berita-berita palsu atau hoax? HANYA share berita-berita asli, baik di chat groups ataupun medsos. Punya teman atau keluarga yang hobi nge-post berita-berita hoax? Kirimi mereka links berita yang sahih dan faktual, untuk “mematahkan” berita palsu yang mereka sebarkan.

Asal tahu aja, perputaran uang yang terjadi di 'bisnis' informasi hoax sangat besar, lho. Menurut Septiaji Eko Nugroho, satu situs abal-abal bisa mendapatkan sekitar Rp600 sampai Rp700 juta per tahun! Pantesan aja bisnis berita hoax subur terus.

Mafindo berencana mencoba memutus sumber pendapatan situs berita abal-abal dengan menutup layanan iklan Google AdSense mereka. Nah, kita juga bisa bantu, lho.

Caranya?

Dukung, deh, portal berita yang kredibel secara finansial. Misalnya, kamu bisa berlangganan media cetak atau digital yang sahih, nggak murahan, dan akurat. Bisa media lokal, maupun internasional.

Biasanya nggak mahal, kok. Kadang biaya keanggotaan per bulannya lebih murah daripada segelas latte Starbucks, lho.

Last but not least, menurut saya, kamu juga harus bisa membedakan berita faktual, berita hoax, dan berita humor / parodi / sarkas. The Onion adalah sebuah situs parodi lucu-lucuan yang sangat terkenal di Amerika, tapi orang-orang “nggak paham” seringkali mengira bahwa The Onion adalah penyebar berita palsu. Mereka nggak menangkap sisi “komedi” sarkasnya.

Begitu juga dengan seniman asal Yogyakarta, Agan Harahap. Agan memang sengaja sering membuat karya seni dalam bentuk foto dan image yang diedit, dengan maksud lucu-lucuan. Namun Agan jadi seringkali dianggap sebagai penyebar hoax. Karena, lagi-lagi, banyak masyarakat yang nggak paham humornya.

Memang, selera humor biasanya berkaitan dengan intelektualitas. Untung Youthmanual paham, hihihi.

***

Kalau kamu nggak mendukung atau nggak meng-empower portal berita yang SAHIH, akan ada semakin banyak berita palsu bertebaran di mana-mana. Semakin kamu malas menjadi kritis, akan ada semakin banyak hoax tersebar. Jangan ikut-ikut jadi biang kerok penyebaran hoax lah, sob.

Jangan cuma boikot Sari Roti, boikot hal yang penting lainnya—berita palsu.

(sumber gambar: snopes.com, keepo.me, newyorker.com, bbc.co.uk)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 19 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 29 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1