7 Langkah Agar Tetap Profesional Saat Kerja Bareng Keluarga

Kerja bareng keluarga bisa jadi hal yang tricky. Di satu sisi, kamu bisa kerja bareng orang-orang terdekat, sekaligus berkontribusi untuk keluarga. Namun di sisi lain, profesionalisme sering jadi pertanyaan—apakah kamu tetap bisa profesional dengan rekan kerja yang juga saudara / ortu / calon mertua sendiri? Hiiii, serem! Trus, apakah kamu bekerja di perusahaan keluarga hanya karena hubungan darah, padahal sebenarnya nggak qualified? Jeng, jeng!

Nah, kalau kamu bekerja di perusahaan keluarga atau berniat kepengen buka usaha bareng famili, inilah hal-hal yang harus kamu perhatikan agar profesionalisme tetap terjaga.

Pertama, di kantor, gunakan panggilan formal terhadap satu sama lain, seperti Bapak / Ibu. Jadi jangan gunakan panggilan rumah, kayak Mimi-Pipi, Om-Tante, atau honey-babe ya, gaes! Hal yang kayaknya sepele begini bisa membangun atmosfer profesional di tempat kerja, lho. Yah, kalau nggak bisa membangun atmosfer, minimal membangun stratosfer atau ionosfer, lah. Zzzz.

Kedua, saat di kantor, ingat peran masing-masing. Ceritanya, kamu bekerja di bagian Marketing, kakak kamu di Divisi Produksi, sementara ibu kamu adalah atasan kalian. Saat meeting, kamu harus memberi laporan ke ibu kamu layaknya anak buah memberi laporan kepada atasannya. Kamu juga harus berdiskusi dengan kakak layaknya berdiskusi dengan kolega. Nggak ada yang namanya anak mami selama di kantor.

empire

Contoh bisnis keluarga yang banyak dramanya, Empire Entertainment. Namanya juga serial drama. hehehe!

Ketiga, kalau kamu gabung di perusahaan keluarga yang memang sudah sukses, jangan belagak “ngebos”. Ingatlah kalau kamu bekerja di situ untuk mempertahankan—bahkan meningkatkan—pencapaian perusahaan. Disa Novianty, Corporate Strategist yang bekerja di perusahaan keluarganya, Kalla Group, bilang, “Saya melihat banyak sekali kasus di mana generasi kedua atau ketiga di perusahaan keluarga gagal untuk memimpin perusahaannya, karena terjebak comfort zone. Mereka jadi malas kerja atau enggan terlibat langsung. Dengan kata lain, bermental bos dan bukan pekerja. Akhirnya, perusahaan yang diwariskan jadi nggak berkembang, dan malah menurun performanya.”

Keempat, harus siap kerja lebih keras dibandingkan karyawan lainnya, terutama kalau kamu baru masuk ke perusahaan keluarga tapi langsung mendapat posisi tinggi. Kenapa harus kasih effort lebih? “Karena mau nggak mau, status kita sebagai owner [keluarga pemilik perusahaan] akan disorot oleh karyawan lainnya,” jelas Disa.

Anggapan bahwa kamu nggak qualified dan bisa masuk perusahaan hanya karena kamu kerabat pemilik perusahaan juga bakal sering muncul. Karyawan lain bakal lebih kritis dengan pekerjaan kamu, meskipun nggak ditunjukkan terang-terangan. “Menurut saya, hal ini jangan dijadikan beban, tapi harus jadi pemicu untuk jadi lebih produktif,” ungkap Disa.  

Kelima, ikuti aturan perusahaan seperti karyawan lainnya. Tanpa pengecualian, bahkan untuk peraturan yang simpel seperti misalnya memakai baju batik tiap Jumat.

Jangan mentang-mentang perusahaan ini milik keluarga, lalu kamu bisa pakai baju pantai di hari batik tersebut.

Inilah salah satu hal yang dipegang Chairani Jusuf Kalla, putri dari Wapres Jusuf Kalla sekaligus Direktur Kemang Medical Care, Jakarta. “Saya berusaha mensejajarkan diri dengan karyawan lain, mau belajar, dan tetap mengikuti peraturan perusahaan.” 

Keenam, kalau kamu mendirikan usaha bareng keluarga, buat aturan kerja sama dengan jelas. Hal yang paling dasar adalah soal kewajiban serta berapa persentasi/benefit yang didapatkan masing-masing pihak. Kalau mau profesional, hal seperti ini harus jelas dari awal, dan diresmikan dengan perjanjian tertulis.

gogirl

Kakak-beradik keluarga Moran yang kompak bikin bisnis bareng dan sukses bareng.

Ketujuh, siap menegur dan ditegur. Jika kinerja anggota keluarga kamu kurang oke, ya harus diingatkan. Jangan karena kamu nggak enak, jadinya dibiarkan. Tapi penyampaiannya harus tepat, apalagi kalau ke yang lebih tua / senior.

Begitu pula sebaliknya. Jangan keki kalau seandainya ide yang kamu presentasikan ditolak sama kolega yang notabene keluarga sendiri.

***

Biarpun nggak mudah, kerja bareng keluarga itu seru, kok! Apalagi kalau bisa membangun usaha, berjuang, dan sukses bareng-bareng. Salah satu contoh anak muda yang berhasil bikin usaha keluarga adalah Nina, Anita, dan Githa Moran, kakak beradik pendiri majalah Gogirl! Siapa tau nanti kamu bisa sesukses mereka? Aamiiin.

(sumber gambar: standard.co.uk, gogirlmagz.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 16 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 27 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1