Masih Relevankah Bekerja di Media Cetak Pada Tahun 2022?

Bercita-cita jadi penulis majalah, Wartawan surat kabar, Fashion Stylist  hingga Editor (Artikel/Tulisan) andal media cetak? Yakin, masih ada koran dan majalah cetak ketika kamu bekerja nanti?

Begini gambarannya, gaes. Ancaman kepunahan media cetak sebenarnya udah mulai dibahas sejak sekitar 10 tahun yang lalu. Yup, di akhir 2008 majalah CosmoGirl AS mengeluarkan edisi cetak terakhirnya, sementara majalah Elle Girl AS terakhir terbit pertengahan 2006. Di Indonesia sendiri, sudah banyak media cetak berguguran, terutama 3 tahun terakhir.

Satu persatu media cetak ditutup atau berhenti terbit versi print. Mulai dari dari majalah/media franchise seperti Martha Stewart Indonesia, Seventeen Indonesia, dan Readers Digest Indonesia, sampai majalah lokal seperti Cita Cinta, Aneka Yess!, dan KaWanku. Yang lumayan bikin kaget adalah berhenti cetaknya majalah Hai. Setelah 40 tahun terbit dan menjadi salah satu majalah hits di kalangan anak muda tanah air, Juni 2017 lalu menjadi kali terakhir Hai terbit sebagai majalah reguler, dan berubah platform ke digital hai.grid.id.

Bye, Hai!

Kondisi surat kabar dan tabloid pun nggak jauh berbeda. Nama-nama besar seperti Sinar Harapan, koran nasional yang pertama kali terbit tahun 1961, serta harian berbahasa Inggris Jakarta Globe termasuk di antara yang berhenti terbit.

Secara umum, di tahun ahun 2013, Indonesia memiliki 1,254 penerbitan (media cetak) dengan total penjualan 22,34 juta ekslempar. Namun di tahun 2017 jumlahnya melorot menjadi 850 terbitan dan total penjualan 17 juta eksemplar saja. Belum lagi pendapatan iklan—support penting bagi kelangsungan hidup media—yang kabarnya makin “seret”, alias susah didapatkan.

Tahun 2017 ini, majalah internasional remaja beken Teen Vogue bikin keputusan hanya terbit 4 kali setahun, sementara sebelumnya setiap bulan. Majalah GADIS dan Femina juga berkurang drastis frekuensi terbitnya. Sementara majalah Gogirl!, yang pembacanya juga anak muda alias gen Z, bertransformasi  menjadi playzine, alias campuran antara majalah, activity book, dan halaman yang instagramable. Mereka pun mengurangi frekuensi terbit menjadi tiap 2 bulan sekali.

Bukan cuma sekadar majalah.

Sekarang ini, hampir semua media cetak memiliki platform online dengan konten yang (mostly) berbeda dengan versi koran/majalah/tabloid print-nya. Banyak juga media cetak yang memiliki versi e-paper/e-magazine yang sama persis dengan isi dengan versi cetak.  

Anyway, di tengah menyurutnya pamor media cetak dan membanjirnya platfotm online, ada, lho, majalah/koran yang naik daun, seperti Kinfolk. Majalah asal Denmark yang mulai terbit tahun 2011 ini disukai karena desain dan fotografinya yang estetik abis.

kinfolk

kayaknya, media cetak harus benar-benar punya tampilan kece untuk bisa dikoleksi.

Jadi, gimana nih, kondisi media cetak saat ini? Trus gimana prediksi ke depannya? Apakah masih relevan bagi anak muda zaman now untuk berkarier di koran atau majalah cetak? Simak obrolan Youthmanual dengan para profesional serta mereka yang berkecimpung di bidang komunikasi.

Fransiska Soraya

Managing Editor Digital Media GADIS

Bagaimana masa depan media cetak?

“Hmmm, suram, sih. Tapi kalau (dibilang) tahun depan (media cetak) akan mati, ya belum juga. Soalnya, belum semua orang melek digital. Perlahan tetapi pasti media cetak akan bertransformasi, baik bentuknya maupun bisnisnya. Kalau nggak, (media cetak tersebut) “bunuh diri”.

Setujukah jika dikatakan bahwa cita-cita sebagai jurnalis/penulis media cetak sudah nggak relevan lagi?

“Menurutku, profesi jurnalis yang merupakan pewarta berita akan selalu ada dan akan selalu relevan. Platform untuk memuat tulisannya lah yang mulai berubah bentuk.

majalah gadis

Apa yang perlu disiapkan pelajar/mahasiswa yang ingin terjun ke media berbasis tulisan cetak/online di masa depan?

“Dari sudut pandang aku sebagai pekerja media konvensional (majalah cetak) yang bertransformasi ke digital, keahlian yang perlu dimiliki tim redaksi adalah:

1. Skill menulis, pastinya,

2. Skill (mengelola) media sosial,

3. Skill fotografi,

4. Skill videografi dan editing video,

5. Kreativitas,

6. Skill dalam networking,

7. Skill berorganisasi dan bekerja dalam tim.

Sebab konten yang diharapkan oleh pembaca zaman sekarang adalah paket lengkap. Nggak hanya berupa tulisan, tapi aspek visual juga penting. Jadi selain tulisan dan foto, harus diperkuat dengan visual dari motion picture seperti video.

Dan seperti yang tadi aku sampaikan bahwa bentuk media cetak pelan-pelan mulai berubah. Pola pikirnya nggak bisa lagi bekerja hanya buat print (media cetak) aja, atau bekerja buat media online aja. Semua harus berjalan bersamaan (digital dan cetak).”

Dwi Tupani

Editor Media Indonesia

Gimana sih, situasi industri media cetak saat ini dan di masa depan?

“Kalau di tempat saya (bekerja) sih, sudah disebut-sebut bahwa ini adalah senjakala media cetak. Jadi, kondisinya makin sedikit jumlah yang dicetak setiap harinya. Ini seiring dengan makin banyaknya media cetak yang stop, ataupun beralih ke online.

Di sisi lain, media cetak masih punya "gengsi lebih" karena disebut sebagai simbol peradaban. Selain itu, berita-berita yang ada di media cetak itu selayaknya sudah terverifikasi dan faktual. Nggak seperti di media online, yang mana banyak berita tanpa konfirmasi, hoax, ataupun salah.

Ya, tampaknya masa depan cetak akan (berubah) ke (format) digital. Cuma saya masih meyakini bahwa media cetak itu akan tetap ada, meskipun akan mengecil baik jumlahnya ataupun penerbitnya.

Gini deh, nggak usah bahas nasib media cetak di masa depan. Untuk sekarang aja, siapa sih, yang masih baca koran? Akan tetapi, koran itu memang masih dianggap sebagai arsip, karena media digital nggak ada artefaknya (wujud fisik).”

Apakah relevan jika ada pelajar/mahasiswa yang bercita-cita jadi jurnalis atau redaksi media cetak?

“Nah ini saya kurang tahu. Kebetulan di kantor sudah lama  tidak buka lowongan, namun selalu ada anak magang.

Mungkin karena sekarang era digital, jadi lebih relevan mereka mendi wartawan digital.

Saran saya, jika ingin bekerja sebagai wartawan/redaksi, harus terus upgrade skill. Jangan hanya kemampuan menulis, kuasai juga keahlian lain, misalnya videografi. Jadilah multitalenta dan yang pasti, harus mau terus belajar.”

Bagaimanakah target oplah (jumlah eksemplar penjualan) koran saat ini?

“Kalau sekarang, dinilainya bukan dari oplahnya, melainkan apakah ada iklan atau nggak. Saat ini, media cetak sama iklan itu bersinergi. Kalau seandainya nggak ada pengiklan, kayaknya (media cetak akan) kolaps.”

Apakah versi cetak dan versi digital digarap tim yang sama? Bagaimana pengerjaannya?

“Awalnya, saya redaktur cetak (sejak 2006), dan sejak Maret 2017 dipindah menjadi editor untuk online. Jadi, saat ini saya bekerja untuk online saja.

Di Media Indonesia sendiri, sebenarnya repoter yang mengerjakan cetak juga mengerjakan online. Jadi nggak terbagi 2 tim, online dan cetak. Namun kenyataannya, reporter sering kurang cepat mengirim berita untuk online. Jadi editor online bisa mengambil berita dari kantor berita.

Adaptasi bekerja dari cetak ke online sendiri nggak sulit karena intinya sama-sama mengedit artikel. Online sendiri lebih simpel, kayak menulis blog. Sementara proses kerja media cetak lebih panjang. Mulai dari bikin penugasan untuk reporter, rapat redaksi, bujeting berita (mebuat daftar berita apa saja yang sudah masuk), mengedit, mengecek kembali hasil layout, baru acc (memeriksa dan menyetujui) halaman yang akan dicetak.

Jadi, budayanya beda. Budaya cetak adalah perfeksionis. Bukan hanya menyajikan fakta, tapi juga harus diverifikasi dan dilengkapi. Sementara budaya digital adalah cepat dan (konten) bisa di-update terus setelahnya.

Bedanya lagi dengan media cetak, kalau online itu kadang mengejar clickers (jumlah yang klik/membaca artikel)."

Runi Indrani

Managing Editor majalah Exquisite Taste dan Asia Dreams

Bagaimana sih, industri majalah saat ini?

“Menurut saya, saat ini kondisinya kritis banget. keliatan dari sejumlah majalah di Jakarta yang tutup. Dan majalah yang tutup itu bukan majalah kecil ya, majalah-majalah gede pun kena imbasnya.

I dont think it's necessarily a bad thing, karena (keadaan) ini nggak terelakkan. Sejak lama kita sudah mendengar bahwa (media) cetak itu dying industry because everything will go digital, dan (hal tersebut) terbukti.

Di Bali sendiri majalah masih dicari banget, tapi bukan berarti kita (pekerja media di Bali) jadi santai. Saya sendiri masih memegang kepercayaan adanya nilai sentimental dari media cetak. Namun kita juga mesti siap juga untuk go digital. Saya juga percaya bahwa media cetak masih punya tempat di tengah masyarakat, tapi mungkin berubah skala atau konsepnya.”

Apa yang membuat majalah masih sangat dicari di Bali dibanding di daerah lain? Siapa pembacanya?

“Mungkin karena di bali vibe-nya masih santai dibanding Jakarta yang serba cepat. Orang ke bali untuk berlibur, duduk di kafe yang lagi happening, trus melihat-lihat majalah di situ. Atau, berjemur di pantai sambil baca majalah. Mereka benar-benar meluangkan waktu. Bahkan, orang yang berdomisili di Bali pun (bukan turis), really take personal leisure time very seriously.

Sementara kalau di Jakarta mungkin lebih praktis untuk baca di handphone, dan beritanya pun harus yang kilat dan singkat, karena waktu di Jakarta lebih sempit.

Saya rasa, pembaca majalah di Bali adalah turis yang mau tau what's happening on the island, dan orang-orang yang tinggal di Bali dan mau tau what's hot and what's not in the community.”

Apa yang dilakukan majalah tempatmu bekerja untuk menghadapi kondisi industri saat ini?

“Majalah tempat saya kerja mulai merambah digital. So far, belum ada perubahan konsep. Tapi, kalau majalah tempat saya bekerja 'kan, agak niche (memiliki segmen dan bahasan yang khusus dan unik) ya. Nah, untuk platform digital-nya dibikin lebih fluid dan fleksibel (lebih meluas).”

exquisite taste

Apa yang dibutuhkan untuk bisa sukses berkarier di majalah/media cetak sekarang ini?

“Untuk menulis, saya rasa seseorang butuh kemampuan storytelling alias bercerita. Akan sangat baik jika punya kemampuan bahasa, grammar dan sebagainya. Tapi tanpa bakat bercerita dengan menarik, menurut saya semua itu akan sia-sia. Menulis juga perlu personality dan wit.

Kalau di media hard news, (penulis) memang dituntut untuk netral. Tapi kalau di feature, saya selalu merasa tulisan akan menarik jika ada sentuhan kepribadian si penulis di dalamnya.

Nah, untuk bertahan di era transisi (dari media print menuju digital) seperti sekarang, seseorang mesti punya kemauan untuk beradaptasi dan harus bisa baca pasar. Yaitu, apa sih yang orang mau dan cari sekarang? Trus, gimana sih, biar konten tetap menarik dan relevan?  Harus terbuka untuk menghadapi perubahan.”

Prediksi untuk industri majalah ke depannya?

“Sejujurnya, saya nggak bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Misalnya, apakah benar media cetak merupakan industri yang sedang “sekarat” karena semua akan berubah digital?

Harapan saya, majalah bukan dying, melainkan berubah kuantitas dan kualitasnya. Makanya, kalau seseorang ingin bekerja di industri ini, mereka harus bisa beradaptasi. Hope for the best prepare for the worst.”

Inco Harper

Kepala Departemen Komunikasi Strategis Universitas Multimedia Nusantara 

Bagaimana kondisi industri media cetak dan prospeknya?

“Arah media cetak memang akan berubah ke platform digital. Namun menurut saya. di Indonesia media cetak masih dibaca, dan sepertinya masih bertahan hingga tahun 2040.

Jangan salah lho, mungkin saat ini kebanyakan orang di Jakarta sudah nggak baca koran, tapi di daerah masih banyak yang membaca. Bahkan surat kabar lokal (terbit di daerah tertentu, bukan nasional) cukup banyak diminati.”

Apakah masih relevan bahi anak muda zaman sekarang untuk mengambil studi Jurnalistik / Ilmu Komunikasi dan berniat bekerja di media cetak?

“Yang saya lihat, ilmu Jurnalistik masih terpakai. Medianya saja yang mengalami perubahan.

Dulu, saya berpandangan media cetak adalah untuk berita/tulisan yang panjang sementara media online untuk tulisan yang pendek. Tapi sekarang, banyak tuh, media digital dengan artikel yang panjang dan mendalam.”

(sumber gambar: justdial.com, Kinfolk, Instagram Gogirl!, scoop)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 16 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 27 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1