Demo Mahasiswa dengan Penyembelihan Ayam, Tindakan Kekerasan, dan Pelajaran yang Bisa Kita Ambil

Media sosial kembali heboh lantaran beredarnya foto dan video demonstrasi mahasiswa sambil menyembelih ayam, kemudian darahnya disirami ke foto Presiden dan Wakil Presiden. Dalam gambar yang viral tersebut, tampak tiga mahasiswa dengan jaket almamater Universitas Negeri Jakarta  membawa foto berdarah serta memegangi bangkai ayam yang mati tanpa kepala.

Sebenarnya, peristiwa tersebut terjadi tanggal 20 Oktober 2016 lalu. Ketika itu, sekitar 5,000 mahasiswa  yang menamakan diri BEMSI (Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Indonesia) berdemo di depan istana negara dalam rangka dua tahun pemerintahan Jokowi-JK. Tuntutan dalam demonstrasi tersebut ada lima, yaitu:

1. Tindak tegas mafia kasus kebakaran hutan dan lahan.

2. Tolak reklamasi Teluk Benoa dan Teluk Jakarta.

3. Tolak tax amnesty yang tidak pro rakyat.

4. Tolak perpanjangan izin ekspor konsentrat setelah Januari 2017 dan komitmen terhadap usaha hilirisasi minerba.

5. Cabut hukum kebiri, selesaikan akar permasalahan kejahatan seksual pada perempuan dan anak.

demo bemsi unj

Perwakilan mahasiswa yang berdemo tersebut bermaksud bertemu Presiden, tapi ternyata cuma ditemui Kepala Staf Kepresidenan. Kecewa lantaran gagal menemui RI 1, para mahasiswa melanjutkan demo dengan aksi yang mereka sebut sebagai “heroik ideologis”, yakni melepas tikus-tikus serta memotong leher ayam hingga kepalanya terputus dan badan ayam tersebut menggelepar, kemudian darahnya diteteskan ke foto Jokowi-JK. Mereka pun melemparkan bangkai ayam ke istana.

Pada gambar dan video yang viral, terlihat tiga mahasiswa berjaket almamater UNJ yang mengeksekusi pemotongan ayam. Foto dan video tersebut juga diunggah sama ketua BEM UNJ 2016-2017 yang ikut berdemo, di akun Instagramnya.

demo unj kekerasan hewan

Tindakan inilah yang ramai di medsos dan mendapatkan reaksi keras. Kemarin, (16 Februari) Doni Herdaru Tona dari komunitas Animal Defenders Indonesia menampilkan video dan foto aksi tersebut di akun Instargramnya @doniherdaru. Ia mengutuk keras aksi tersebut dan menuliskan kekecewaannya.

“Mahasiswa adalah agen perubahan. Penjaga moral bangsa. Dan ini jelas bukan sikap yang kita harapkan muncul dari mahasiswa. Apapun tujuan mereka sesungguhnya, sungguh tidak elok melibatkan satwa dan mempertontonkan penyiksan macam begini.

Tidak punya empati adalah gejala sakit jiwa. Gimana mau punya generasi penerus bangsa jika mereka tidak bisa berempati dan memandang rendah hewan?

Yang tahu/kenal pelaku yang di video, dan kronologis lengkap, dimohon infonya. Kita akan teruskan ke pihak berwajib. Semoga bisa ditindak tegas.

Shame on you, kids. Go home. You don’t deserve the “student” title.”

***

Setalah posting-an tersebut, reaksi mengalir deras. Kebanyakan prihatin dan nggak setuju banget sama aksi mahasiswa tersebut, termasuk blogger muda Evita Nuh. Seperti banyak orang, Evita kecewa banget sama perilaku mahasiswa tersebut. Peristiwa ini nggak cuma berimbas ke mahasiswa yang melakukan aksi, nama baik  Kampus dan mahasiswa Indonesia secara umum juga ikutan tercoreng. Hiks!

Nggak dipungkiri, ada juga orang-orang yang memberikan komentar kelewat kasar hingga mem-bully. Ada juga yang membela, terutama orang yang kenal dengan para pendemo. Alasan pembelaannya seputar bahwa para mahasiswa tersebut nggak bermaksud mempertontonkan penyiksaan hewan, dan inti aksi tersebut adalah kritik terhadap pemerintah. Pihak yang membela juga mempertanyakan kenapa aksi tersebut baru di-blow up sekarang, empat bulan setelah kejadian. Apakah ada yang sengaja pengen menjatuhkan mahasiswa, terutama BEM UNJ?

Namun, hal ini ditepis netizen yang memprotes aksi tersebut. Alasan kenapa kejadian demo 20 Oktober lalu baru diangkat sekarang adalah karena pihak Animal Defenders Indonesia (Doni Herdaru) baru  melihat video dan fotonya. Meskipun kejadiannya udah lewat, hal yang salah tetap lah salah, bukan?

O iya, pihak Animal Defenders Indonesia sempat akan melakukan mediasi dengan pihak BEM UNJ, dan memberikan edukasi tentang tindak kekerasan terhadap hewan.  Maka malam harinya (16 Februari) mereka pun janjian. Sayangnya kedua pihak nggak jadi bertemu.

Lewat video, Animal Defenders Indonesia menjelaskan bahwa ketua BEM UNJ tersebut nggak datang di waktu yang disepakati, hingga akhirnya mereka pulang.

Pihak BEM UNJ sendiri mengaku telat datang ke lokasi pertemuan. Akhirnya 3 mahasiswa melakukan klarifikasi secara live lewat Instagram Story. Dari yang sempat Youtmanual simak, ketiga mahasiswa tersebut menyampaikan beberapa hal yaitu:

* Pemotongan ayam tersebut merupakan gimmick dalam aksi demonstrasi yang mereka lakukan. Gimmick tersebut memiliki filosofi bahwa penguasa tidak punya hati.

* Mereka menganggap ada banyak buzzer yang sengaja ingin menjatuhkan mereka dengan serangan komentar kasar.

* Ketua BEM UNJ, mewakili mahasiswa meminta maaf jika ada yang tidak berkenan dengan hal yang mereka lakukan.

* Menyayangkan kritik menyudutkan yang terjadi sebagai reaksi kasus demo 20 Januari, karena bisa membuat mahasiswa lain enggan/takut melakukan aksi demo/mengkritik pemerintah.

* Meminta foto dan video yang viral tersebut tidak disebarkan lagi, dan supaya mahasiswa di dalam foto tidak dihujat, sambil mengingatkan adanya UU ITE.

* Jika mereka dilaporkan, mereka akan taat hukum dan siap menjalani proses yang diperlukan.

stop animal cruelty

***

Gaes, gimana pun juga, ada banyak hal yang bisa kita pelajari bersama dari kasus di atas.

Pertama, warga negara memang berhak melakukan unjuk rasa dan mengekspresikan pendapatnya, tapi bukan dengan cara-cara yang nggak benar dan tanpa etika. Menurut saya, perlakuan terhadap hewan dalam aksi demonstrasi tersebut sama sekali nggak bisa dibenarkan dan termasuk kekerasan.

Saya nggak bisa melihat sisi filosofis dari memotong kepala ayam hingga terputus, badannya menggelepar, darahnya diteteskan, diabadikan dalam foto, kemudian bangkainya dilemparkan. Maaf, itu bukan filosofis, tapi sadis.

Apalagi, kalau pemotongan ayam ini dijadikan “gimmick”, suatu simbol untuk menarik perhatian. Saya mengasumsikan bahwa “gimmick” pemotongan tersebut sudah direncanakan. Sepertinya mustahil bila tetiba ada ayam lewat, dan mahasiswa spontan memotongnya.  Gaes, ada banyak hal lain yang bisa dilakukan dan lebih mengena. Ayo lah teman-teman mahasiswa, YOU’RE BETTER THAN THIS!

Selain kasus ini, blunder dalam demo juga pernah terjadi ketika mahasiswa Kelompok Lingkar Studi Ciputat yang unjuk rasa dengan mengenakan pakaian dalam wanita, atau mahasiswa YAI yang berdemonstrasi dengan memblokir jalan umum.

Jadi gaes, pikirkan juga CARA kita mengeluarkan pendapat.

Kedua, sangat ironis ketika aspirasi untuk memperjuangkan keadilan, menangkap pelaku pembakaran hutan, dan menyetop kekerasan justru dilakukan dengan mempertontonkan tindak kekerasan, yaitu pemotongan hewan yang semena-mena serta melumuri foto Presiden dan Wakil Presiden dengan darah hewan.  

Yang juga sangat mengganggu dan memicu protes banyak orang adalah aksi ini dibarengi dengan lafaz-lafaz keagamaan. Padahal pemotongan dengan cara dan tujuan yang demikian, jelas-jelas melanggar aturan  dan ajaran agama, lho.

Ketiga, mahasiswa yang melakukan demo sempat khawatir jika kasus penyembelihan hewan dibesar-besarkan, maka akan banyak mahasiswa lain takut dan enggan untuk berdemo serta menyuarakan aspirasi.

Well, bisa jadi, sih. Tapi menurut saya, justru kasus kekerasan seperti inilah yang bisa bikin mahasiswa “alergi” terhadap aksi demo. Mereka nggak mau terlibat tindakan kekerasan. Apalagi banyak banget lho, mahasiswa yang peduli terhadap hewan. 

Keempat, ketua BEM UNJ sempat menyebutkan bahwa yang menyerang mereka adalah buzzer. Mungkin ada benarnya. Tapi yang saya lihat, banyak juga netizen yang protes dan kecewa banget dengan tindakan mahasiswa ini.

Menurut saya, protes dan kritik Doni Herdaru Tona dan kawan-kawan terhadap kasus ini perlu diterima mahasiswa. Akui kesalahan, jadikan pelajaran dan jangan diulangi. Lagipula, siap mengkritik, berarti siap menerima kritik juga, 'kan?

bully media sosial

Kelima, walau kecewa dengan aksi mahasiswa, tapi jangan mentolelir komentar yang sifatnya bully. Komentar yang penuh kata-kata kasar—baik pihak yang menghujat maupun yang membela— sama sekali nggak membantu. Nggak faedah banget!

Apalagi kalau sampai bernada ancaman atau menyudutkan institusi tertentu. Memprotes tindakan kekerasan dengan melakukan bullying, menunjukkan bahwa kita juga melakukan kekerasan.

Besar harapan masyarakat kepada mahasiswa, gaes. Makanya, kita perlu mawas diri. Mudah-mudahan kasus ini bisa jadi pembelajaran bagi semua pihak, terutama anak muda Indonesia. 

(Sumber gambar: Instagram ketua BEM UNJ 2016-2017, Instagram Doni Herdaru Tona, animalcrueltyrathdown, butterflybandits.com)

POPULAR ARTICLE
LATEST COMMENT
syakila putri | 19 hari yang lalu

terimakasih atas informasinya. kunjungi website kami untuk informasi lebih lanjut https://unair.ac.id/

Bedah Peluang, Daya Tampung, serta Biaya Kuliah Jurusan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Terbaik di Perguruan Tinggi Negeri
Muhamad Rifki Taufik | 30 hari yang lalu

4 Langkah menulis naskah film yang sangat bagus untuk mengembangkan skill penulisan saya. Terima kasih untuk ilmu yang bermanfaat.

4 Langkah Menulis Naskah Film yang Baik Bagi Pemula
Al havis Fadilla rizal | 2 bulan yang lalu

Open pp/endorse @alfadrii.malik followers 6k minat dm aja bayar seikhlasnya geratis juga gpp

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 11,6 followers dm ya bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Deca Caa | 3 bulan yang lalu

open pp/endorse @aaalysaaaa 1,6 followers dm ya, bayar seiklasnyaa

Tarif Endorse di Media Sosial Berapa, Sih?
Dibuat dan dikembangkan di Jakarta, Indonesia Hak Cipta Dilindungi 2015 - 2024 PT Manual Muda Indonesia ©
Rencanamu App

Platform Persiapan Kuliah & Karir No 1